Translate

Monday, 26 October 2020

PENDIDIKAN SENI RUPA BERBASIS DISIPLIN

 Pendidikan Seni Rupa Berbasis Disiplin

 

APA ITU PENDIDIKAN SENI BERBASIS DISIPLIN (DBAE)?

“Pendidikan Seni Berbasis Disiplin adalah sebuah pendekatan untuk instruksi dan pembelajaran dalam seni yang menghasilkan konten dari empat disiplin ilmu dasar yang berkontribusi penciptaan, pemahaman, dan penghargaan seni" (Dobbs, 9).

 

EMPAT DISIPLIN:

Ada empat konsep utama dalam DBAE yakni (1) Produk Seni kemahiran dan teknik untuk menghasilkan karya seni. Karya seni sebagaimana kita maklum, dinilai dan diteliti bukan cuma ketika sebuah karya sudah siap tetapi juga bagaimana proses ia dihasilkan.(2) Sejarah Seni. Seni berkembang sejak sekian lama dan terbentuk melalui pelbagai peradaban, kepercayaan, teknologi, budaya, dan ideologi yang turut menghasilkan pelbagai aliran. Perkembangan ini tidak akan berhenti cuma di sini. Ia akan  terus berkembang seiring dengan pemikiran manusia. Sejak penemuan karya-karya seni gua zaman pra sejarah di Perancis sehingga ke avant-garde dan pertembungan budaya timur barat hingga ke era teknologi menciptakan kepelbagaian dalam karya, sudut pemikiran dan pengaruh. Perlu dikaji pencapaian artistik masa lalu dan hadir sebagai motivasi, idola,  gaya atau teknik, dan perbincangan topik, terutama dalam kaitannya dengan budaya, politik, sosial, agama, dan ekonomi peristiwa dan gerakan. (3) Seni Kritik bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan menggambarkan, menginterpretasikan, menilai, teori dan hakimsifat dan kualiti dari bentuk visual, untuk tujuanmemahami dan menghargai karya seni dan pemahaman perananseni dalam masyarakat. (4) Estetika penilaian sifat, makna, kesan dan nilai seni,

 

IMPLEMENTASI DBAE:

• Adopsi Seluruh Distrik- menjamin anak-anak akan mendapatkan manfaat dari seni tersebut. program ini merupakan konsep berkesinambungan, jika mereka pindah dalam distrik sekolah dan menjamin kesempatan yang sama untuk belajar seni bagi semua anak di distrik tersebut.

• Instruksi Reguler- Harus ada minimal satu sampai dua jam instruksi dari minggu sekolah.

• Dukungan Administratif- Harus mempekerjakan personel atau staf yang diperlukan untuk mengajar seni, harus menyediakan persediaan dan sumber daya yang diperlukan untuk mengajar seni dan harus advokat untuk pendidikan seni di distrik tersebut.

• Keahlian Pendidikan Seni- Personil dan staf yang dipersiapkan secara profesional, konsultan, supervisi kurikulum, dan pengembangan staf.

• Evaluasi- Harus mengakses instruksi guru, prestasi siswa dan efektivitas program.

• Sumber Daya Komunitas- Museum seni, pusat seni, dan residensi seniman yang harus dikoordinasikan dengan kurikulum DBAE.

 

DBAE DAN GETTY CENTER SEKARANG

“Kondisinya tepat di awal 1980-an untuk pergeseran teoretis dalam seni pendidikan. Ketika J. Paul Getty meninggal pada tahun 1976, dia telah meninggalkan sebagian besar tanah miliknya kepada J. Paul Getty Trust. Pada saat itu individu-individu dituntut dengan administrasi Trust memutuskan, selain mempertahankan J. Paul Museum Getty, untuk memberikan kontribusi pada seni dan humaniora. Itu Getty Center for Education in the Arts (GCEA) dibentuk pada tahun 1982 untuk ex-dekan tujuan untuk meningkatkan kualitas dan status pendidikan seni di Sekolah Amerika. Panggung sekarang diatur untuk infus yang belum pernah terjadi sebelumnya energi, sumber daya, dan tulisan dalam pendidikan seni, semuanya terfokus pada satu pendekatan, DBAE. Panggung juga diatur untuk yang belum pernah terjadi sebelumnya dan berapi-api debat akademis. ”(Delacruz, 70)

 

Kurikulum Konten dan Pedagogi

• Kurikulum berpusat di sekitar disiplin ilmu dan terstruktur.

• Model lain untuk mengakses karya seni meliputi: studi sosiologi, antropologi, dan budaya material.

• Getty Center mendorong para guru seni untuk melakukannya menggabungkan pendekatan pengajaran mereka sendiri itu termasuk masalah seni, sosial dan multi budaya.

• Kurikulum berpusat pada anak dan berpusat pada konten tidak terpisah lagi.

Seni Anak-anak

• Ekspresi masa kecil tidak kreatif.

• Tidak mempertimbangkan metode David Lowenfeld Akun.

• Anak-anak yang masih kecil didorong untuk membuat simbol mereka sendiri dan menggunakannya.

Tabel 2 dalam “Evolusi Pendidikan Seni Berbasis Disiplin” oleh Elizabeth Manley Delacruz dan Phillip C. Dunn (72).

PEMBENARAN

• Empat tujuan dasar pengajaran seni di kelas yang disajikan oleh Nasional Endowment for the Arts

- Peradaban

- Kreativitas

- Komunikasi

- Pilihan

• “Misalnya, seni adalah alat penting untuk memelihara pikiran, untuk berkembang fungsi intelektual dan sensorik yang menjadi dasar hampir semua perilaku dan keterampilan didasarkan." (Dobbs, 20)

• “Dengan mempelajari bahasa verbal dan bahasa nonverbal, siswa mendapatkan keuntungan

akses ke jenis pengalaman yang dimungkinkan oleh bentuk visual. " (Dobbs, 20-21).

 

DBAE Seni Rupa

Pendidikan Seni Rupa Berbasis Disiplin atau Disipline Based Art Education (DBAE) merupakan teori pembelajaran seni yang diperkenalkan oleh The Getty Centre for Education in the Arts pada tahun 1980-an yang menekankan ciri disiplin (ilmu) pada seni rupa dan bukan sekedar pelajaran seni rupa demi seni rupa itu sendiri.

Hasil belajar dalam DBAE harus dapat diamati dan dinilai dengan alat ukur formal (Hamblen, 1993). DBAE menunjukkan perubahan drastic dari pembelajaran seni rupa yang sebelumnya menekankan pada kebebasan bereskpresi, respons kreatif, dan produksi studio. Para tokoh pendidikan berpusat pada anak menolak DBAE dengan alasan bahwa DBAE mengabaikan individualitas, kemungkinan respons artistic yang ideosikratik, dan sifat holistic dari pembelajaran seni rupa. DBAE mendapat kritik bahwa pendekatan ini menekankan seni murni Barat, contoh-contoh karya seni rupa, dan pembelajaran yang formalistic. DBAE menekankan status seni rupa sebagai disiplin, yang menunjukkan bahwa produksi studio, kritik seni, sejarah seni, dan estetika dapat diintegrasikan. Namun demikian, integrasi seni dengan bidang pelajaran yang lain belum dikembangkan. Kritik seni cenderung berupa semacam artistic scanning, yaitu membahas karya seni rupa hanya berdasarkan aspek-aspek sensoris dan ciri-ciri bentuknya. Perhatian hanya terfokus pada karya seni rupa itu senditi dan tidak menyangkut fungsi sosialnya. Selain itu, penilaian dilakukan seperti pada mata pelajaran lain, yaitu tes objektif. 7 Pada tahun 1990-an para pendidik seni rupa melakukan pembaharuan terhadap DBAE dengan menambahkan materi pelajaran seni rupa multikultural.Tanggapan terhadap kritik bahwa DBAE menekankan keterampilan teknik dan kualitas formal, terdapat upaya menjadikan seni rupa lebih inklusif yang kritis secara sosial dan menjadi pelajaran yang meninjau isu perdebatanperdebatan dalam seni rupa. Pembaharuan DBAE lebih besar terjadi setelah adanya kebijakan kurikulum pendidikan yang dibuat oleh guru, dan DBAE kemudian menjadi terbuka bagi interpretasi. Para guru misalnya berdiskusi untuk mengembangkan isi kurikulum dan menyarankan agar program pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan populasi siswa. Teori DBAE yang asli menawarkan kepada pendidik seni rupa sebagai alternatif terhadap banyak rasional instrumental yang biasanya digunakan sebagai justifikasi pelajaran seni rupa, seperti seni rupa untuk meningkatkan skor membaca, mengembangkan kreativitas, dan mengembangkan konsep diri. Dalam kurikulum DBAE seni rupa tidak lagi menjadi pembantu mata pelajaran lain, pengabdi pada pendidikan umum, dan penutup kekurangan-kekurangan yang terdapat pada bidang pelajaran lain. Namun, sementara itu terdapat program yang memberikan seni rupa sebagai pelajaran terpisah dan juga dikaitkan dengan bidang-bidang pelajaran lain, yang dimaksudkan untuk mendukung pembelajaran bidang-bidang pelajaran tersebut. Dalam publikasi resmi DBAE (The J. Paul Getty Trust, 1985) dan kemudian dalam The Role of Discipline-Based Art Education in America’s School (Eisner, 1987), disajikan manfaat kognitif pembelajaran seni rupa. Seni rupa dibahas fungsinya dalam mengembangkan berpikir imajinatif, kemampuan membuat hipotesis, dan kecenderungan toleran terhadap ambiguitas. Namun, dalam publikasi ini, manfaat kognitif seni rupa hanya khusus untuk pelajaran seni rupa, bukan untuk bidang-bidang pelajaran yang lain. Berlawanan dengan publikasi setelah itu oleh The Getty Center (bersama-sama dengan National School Board Association, the National PTA, dan the National Conference of State Legislatures), manfaat kognitif seni rupa dihubungkan dengan pembelajaran bidang-bidang pelajaran yang lain. Seni rupa dinyatakan penting bagi pembelajaran secara umum dengan mengembangkan sebagai berikut: pemecahan masalah, penalaran kritis, keingintahuan, skor tes yang tinggi, berpikir kreatif, kecakapan interpersonal, penghargaan diri (self-esteem), dan keberanian mengambil resiko (risk taking). Pengakuan tersebut biasanya dinyatakan oleh para instrumentalis. Jadi, Neo-DBAE pada tahun 1990-an menunjukkan pelunakan pendirian DBAE dari integritas disipliner dan self-focused pelajaran seni rupa. 8 Penilaian hasil belajar seni rupa dengan cara konsisten dan terfokus merupakan bagian penting sejak lahirnya DBAE. Terdapat pernyataan bahwa pelajaran seni rupa dapat dinilai dengan berbagai cara, tetapi pada tahun 1980-an penilaian difokuskan pada penggunaan tes objektif. Terdapat pernyataan bahwa pelajaran seni rupa harus dinilai seperti pelajaran-pelajaran lainnya, dan bahkan dikembangkan bank soal tes pilihan ganda. Selanjutnya the Getty Center menyatakan bahwa penggunaan tes objektif tidak cukup berhubungan dengan pembelajaran seni rupa dan seharusnya digunakan bentuk-bentuk penilaian yang lebih bersifat kualitatif, misalnya penilaian portofolio. Neo-DBAE memiliki ciri postmodern bahwa pendekatan ini memiliki aspek-aspek multikulturalisme dan pengambilan keputusan secara kolektif. Pendekatan ini tanggap terhadap kebutuhan guru dan siswa dan memungkinkan hasil belajar yang bervariasi. Pembelajaran seni rupa dianggap bersifat holistik dan dapat diintegrasikan dengan bidang pelajaran lain atau digunakan untuk menunjan bidang pelajaran yang lain. Penilaian menggunakan pendekatanpendekatan kualitatif, dan isi kurikulum disesuaikan dengan kebutuhan atau keadaan tertentu. Dalam buku pegangan DBAE (Dobbs, 1992), pendidikan seni rupa berbasis disiplin adalah suatu pendekatan terhadap pengajaran dan belajar seni rupa yang mengambil isi dari empat disiplin dasar untuk menunjang penciptaan, pemahaman, dan apresiasi seni rupa. Disiplin adalah bidang kajian yang menunjukkan tiga ciri: (1) memiliki body of knowledge atau isi yang diakui, (2) dikaji oleh suatu komunitas sarjana, dan (3) memiliki prosedur dan cara kerja yang khas untuk melakukan eksplorasi dan penyelidikan. Disiplin seni rupa memberikan pengetahuan, keterampilan, dan pemahaman untuk menjadikan siswa memiliki pengalaman yang luas dan kaya dalam seni rupa dalam empat cara: (1) pembuatan karya seni rupa (produksi seni rupa), (2) merespon dan memberikan penilaian tentang sifat-sifat dan kualitas yang terwujud dalam bentuk visual (kritik seni rupa), (3) memperoleh pengetahuan tentang sumbangan seniman dan penciptaan karya seni rupa bagi kebudayaan dan masyarakat, dan (4) bagaimana orang memberikan justifikasi penilaian terhadap karya seni rupa (estetika). Karena merupakan pendekatan dan bukan kurikulum khusus, DBAE muncul dalam bentuk yang bervariasi. Variasi ini misalnya memilih salah satu atau lebih dari disiplin tersebut sebagai disiplin pokok untuk membantu siswa memahami karya seni rupa, mengutamakan lingkungan seperti museum atau komunitas seni rupa, atau mengikuti perkembangan teknologi 9 (misalnya video interaktif). Namun demikian, semua versi DBAE memiliki ciri-ciri tertentu yang sama: (1) seni rupa diajarkan sebagai mata pelajaran dalam pendidikan umum dengan kurikulum tertulis dan berjenjang mencakup isi pelajaran yang berasal dari keempat disiplin dasar seni rupa Pelajaran tersebut membentuk serangkaian pengetahuan kumulatif, pemahaman, dan keterampilan yang memadai untuk dievaluasi; (2) Kemapuan siswa dikembangan untuk membuat karya seni rupa (produksi karya seni rupa), menganalisis, menginterpretasikan, dan mengevaluasi bentuk visual (kritik seni rupa), mengenal dan memahami peranan seni rupa di masyarakat (sejarah seni rupa), dan memahami sifat-sifat dan kualitas unik seni rupa dan bagaimana memberikan penilaian terhadapnya dan memberikan justifikasi penilaian itu (estetika); (3) Seni rupa diimplementasikan di tingkat wilayah (distrik) dengan dukungan pemerintah dan masyarakat, pengembangan staf, sumber-sumber belajar, dan penilaian siswa/guru/program. Dobbs, (1992) menjelaskan disiplin-disiplin seni rupa sebagai berikut: 1. Produksi karya seni rupa: Orang membuat karya seni rupa dengan menciptakan gambar yang memiliki ciri-ciri ekspresif dan estetik. Karya seni rupa menunjukkan kekuatan gambar untuk menyampaikan perasaan, pikiran, dan nilai-nilai, dan berbagai macam makna budaya dan sosial. Produksi kreatif karya seni rupa yang baru melibatkan manipulasi aktif bahan yang dipilih dengan menggunakan berbagai teknik yang memunculkan efek visual yang diinginkan. Orang-orang yang mengerjakan karya tersebut dikenal sebagai seniman dan ia terlibat dalam produksi seni rupa. 2. Sejarah seni rupa: Orang dapat memahami dan menilai sumbangan seni rupa di masyarakat dan kebudayaan dengan mempelajari seni rupa di berbagai konteks sejarah dan mengenal serta mengapresiasi kualitas setiap gaya yang dikembankan oleh seniman secara individual dan kelompok (kelompok seniman yang memiliki kesamaan pandangan atau teknik dalam berkarya). Hal ini memungkinkan karya seni rupa dapat dipahami baik dari segi kualitas estetik maupun pesan dan nilai-nilai yang diteruskan dari masa ke masa dan dari tempat ke tempat kepada generasi penerus dan kepada kebudayaan lain. Sejarah seni rupa adalah kajian ini berusaha memahami berbagai dimensi sejarah, budaya, dan gaya seni rupa. 3. Kritik Seni Rupa: Orang mengamati karya seni rupa dan merasakan pengaruh sifatsifat dan kualitas visual dalam karya seni rupa. Kritik seni adalah kegiatan mengasah kemampuan untuk mengamati karya seni rupa, menganalisis bentuk-bentuk, 10 memberikan interpretasi makna, memberikan penilaian secara kritis, dan berbicara atau menulis apa yang dilihat, dipikirkan, dan dirasakannya tentang karya seni rupa. 4. Estetika: Orang merenungkan pengalaman yang diperoleh dari pengamatan karya seni rupa, pengaruh dan maknanya. Penilaian terhadap karya seni rupa ditentukan oleh pemahaman tentang makna nilai-nilai seni rupa, ciri-ciri karya seni rupa, dan unsurunsur yang menjadikan keunikan pengalaman tersebut. Anak dan juga para filosof serta ilmuwan sosial memiliki keingintahuan yang besar dan mengajukan pertanyaanpertanyaan tentang seni rupa. Hal ini menunjukkan bahwa mereka melakukan kajian estetika, walaupun dengan kosa kata yang berbeda, Dalam implementasinya kurikulum DBAE mungkin berbeda-beda dari segi penekanan, detail, jenis kegiatan, contoh-contoh karya seni rupa dari berbagai budaya, dan aspek-aspek yang lain, tetapi semuanya memiliki ciri-ciri yang sama sebagai berikut: 1. Pelajaran yang tertulis, yang menjamin bahwa kegiatan pembelajaran dalam setiap tingkat kelas telah direncanakan dan dikoordinasikan dengan tingkat kelas yang lain. Hal ini memberikan kesinambungan dan menjadikan keberhasilan dalam program pelajaran seni rupa sebagai keberhasilan program itu sendiri dan bukan disebabkan oleh perubahan-perubahan siswa secara alami. 2. Pengorganisasi pelajaran secara berjenjang mencerminkan proses pembelajaran pemerolehan konsep sederhana sebelum konsep yang lebih kompleks, yang menjadikan siswa dapat membangun pengetahuannya, keterampian, dan pemahamannya sendiri, dengan cara yang jelas dan logis. 3. Karya seni rupa yang dihasilkan seniman dari berbagai budaya sangat penting bagi pengorganisasian kurikulum dan mengintegrasikan isi dari disiplin-disiplin seni rupa (produksi seni rupa, kritik seni rupa, sejarah seni rupa, dan estetika). Penggunaan karya seniman dewasa untuk kajian seni rupa dalam DBAE didasarkan pada kompetensi dan kekuatan yang melekat pada pada karya-karya tersebut untuk menghasilkan pemahaman tentang karya seni rupa. Dalam berkarya siswa dapat memanfaatkan inspirasi dan gagasan yang dikembangkan oleh seniman dewasa berdasarkan berbagai sumber sejarah, sosial, dan budaya, termasuk karya seni rupa yang terdapat di museum atau reproduksinya. 11 4. Isi yang seimbang di antara keempat disiplin seni rupa mencerminkan perhatian dan penghargaan terhadap berbagai cakupan seni yang member sumbangan bagi pengalaman siswa. Alokasi waktu dan perhatian yang disediakan bagi masing-masing bidang disiplin ini tergantung pada bentuk kurikulum DBAE yang digunakan, yang ditentukan berdasarkan pertimbangan dari aspek populasi siswa, sumber-sumber belajar, dan penekanan program pendidikan. Perlu ditekankan bahwa isi kurikulum DBAE harus diintegrasikan dari gagasan, bahan, dan sumber-sumber lain pada keempat disiplin seni rupa. 5. Kegiatan belajar yang tepat sesuai perkembangan diorganisasikan untuk mengoptimalkan pembelajaran siswa daan mengetahui pembelajaran yang tepat dan tingkat perkembangan. DBAE dapat disusun secara konsisten dengan seluruh pengetahuan yang telah dimiliki pendidik seni rupa dan pendidik lain tentang bagaimana anak tumbuh dan belajar dalam seni rupa. Sebagai contoh, guru dapat menyesuaikan DBAE dengan kebutuhan gender, ekonomi, dan budaya siswa. Peningkatan kompetensi siswa dalam mencipta, memahami, dan mengapresiasi seni rupa melalui pengajaran DBAE merupakan landasan DBAE. Oleh karena itu, penilaian prestasi belajar merupakan bagian integral dari program tersebut. Hasil penilaian merupakan umpan balik yang pentig bagi guru dan pengelola sekolah tentang kualitas pengajaran dan umpan balik pada pengembang kurikulum tentang efektivitas program (Dobbs, 1992). Pendidik seni rupa biasanya menolak testing standar yang berusaha mengkuantifikasikan perilaku siswa dalam seni rupa, dan memilih menggunakan pengukuran yang lebih kualitatif dan subjektif untuk menilai karya siswa. Pendekatan portofolio memerlukan guru untuk membuat penilaian kualitatif tentang perkembangan karya seni rupa dalam suatu rentang waktu, mempertimbangkan baik bentuk maupun isi dari karya ini dan juga kemampuan siswa dalam melakukan pengangan teknis bahan seni rupa. Pendekatan penilaian ini mengutamakan karya siswa sebagai ukuran akhir dari pelajaran seni rupa. Namun demikia, pendekatan yang komprehensif terhadap seni rupa memberi kesempatan kepada siswa untuk menampilkan kemampuan dan mencapai prestasi dalam beberapa cara, tidak hanya kemampuan yang tercermin pada produksi karya. Oleh karena itu, meskipun cocok untuk DBAE, pendekatan portofolio 12 studio tidak cukup memenuhi tugas guru untuk menilai bagaimana siswa memahami dan mengapresiasi karya seni rupa (Dobbs, 1992). Tidak seperti bidang pelajaraan lain, untuk penilaian dalam pelajaran seni rupa tidak terdapat penggunaan secara luas teknik atau instrumen penilaian, terutama untuk tingkat dasar, dalam disiplin sejarah seni rupa, kritik seni rupa, dan estetika. Lebih-lebih lagi, tidak ada National Assessment of Education Progress (NAEP) untuk seni rupa (Dobbs, 1992). Namun demikian, mengingat pentingnya menentukan apa yang dipelajari siswa dalam pelajaran seni rupa dan untuk membangun kredibilitas kurikulum di mata para penguasa sekolah, dewan sekolah, dan orang tua, sekarang telah mendorong pengembangan instrument penilaian yang memadai untuk tiap-tiap mata pelajaran, termasuk seni rupa. Biasanya tiap satuan pelajaran mengandung bagian evaluasi, dengan format yang berisi: (1) pertanyaan diskusi, (2) pertanyaan perbandingan (dengan slide atau reprouduksi lainnya), (3) esai tertulis, (4) portofolio, dan (5) latihan berkarya (Dobbs, 1992). Implementasi program pendidikan berbasis disiplin bervariasi sesuai dengan kedaaan daerah dan situasi lingkungan. Variasi ini terutama berkaitan dengan ketersediaan sumbersumber belajar yang ada di masyarakat, yang dapat dibagi menjadi jenis sebagai berikut: 1. Orang. Ketersediaan seniman yang bekerja di masyarakat, kritikus seni rupa di koran lokal, dosen sejarah seni rupa dan estetika, termasuk dosen yang mengajar antropologi, sosiologi, dan psikologi seni di perguruan tinggi memberikan kesempatan bagi siswa untuk melakukan kontak langsung dengan para ahli di bidangnya, yang dapat membahas dan menunjukkan sumbangan-sumbangan bidang kajiannya bagi pemahaman dan penciptaan karya seni rupa. 2. Tempat. Masyarakat yang memiliki musem, galeri seni rupa, dan studio seniman memberi kesempatan kepada siswa untuk berkunjung dan melakukan kontak langsung dengan karya seni rupa dan orang yang membuat, mengkaji, memelihara, mengoleksi, dan memamerkannya. Tempat lainnya yang menjadi sumber belajar seni rupa adalah perpustakaan, rumah kolektor seni rupa, tempat umum yang menampilkan karya seni patung, dan arsitektur local. 3. Peristiwa. Banyak masyarakat yang memiliki festival seni rupa yang melibatkan partisipasi seniman. Museum menyediakan pameran, diskusi atau film yang terkait dengan pameran dan peristiwa-peristiwa seni rupa interdisipliner, di mana bentuk- 13 bentuk visual dieksplorasi bersama-sama dengan pertunjukan atau bentuk-bentuk seni sastra. Sumber informasi yang penting tentang peristiwa seni rupa lokal adalah koran atau majalah lokal, yang memuat kalender peristiwa seni rupa, tinjauan kritis, dan latar belakang seniman lokal dan pameran-pameran.