Translate

Showing posts with label SEJARAH. Show all posts
Showing posts with label SEJARAH. Show all posts

Wednesday, 6 October 2021

UTS SEJARAH SENI RUPA TIMUR


1. Bagaimana objek dari Buddhisme menggambarkan prinsip utama dari keyakinan bagi pemeluknya?

Dalam teks Buddha awal, seperti teks Pāli, saddhā biasanya diterjemahkan sebagai "keyakinan.” Kata tersebut terkadang juga diterjemahkan menjadi "percaya", dalam hal percaya akan doktrin. Keyakinan biasanya dikaitkan dengan Tiga Mestika, yang meliputi :

a. Buddha (keyakinan terhadap seorang guru Buddha yang perlu diteladanai).

b. Dharma (keyakinan terhadap ajaran Buddha yang diwujudkan melalui praktik nyata dan langsung).

c. Saṅgha (keyakinan terhadap kemampuan setiap orang/komunitasnya untuk mencapai tahap pencerahan seperti Buddha).

Sehingga keyakinan sering kali adalah individual tertentu sebagai objeknya, tetapi berbeda dengan devosi dalam agama-agama India lainnya (bhakti), ini berhubungan dengan objek-objek impersonal seperti kerja karma dan efikasi dari pelimpahan jasa. 

Keyakinan tampaknya berfokus pada atau bermuara pada pandangan benar atau pemahaman atas aspek-aspek utama ajaran Buddha, seperti bagaimana sistem kerja hukum karma(keyakinan merujuk kepada anggapan bahwa perbuatan memiliki dampak), kelahiran dan kebajikan kembali. Dengan begitu, keyakinan memberikan pedoman dalam menuju kehidupan kedermawanan, moralitas dan kualitas religius.

 

2. Bagaimana budaya visual Buddha mempengaruhi Hindu?

Agama budha sendiri adalah turunan dari agama Hindu, mereka pun secara alami berakulturasi dengan kebudayaan Hindu. Agama budha memiliki budaya visual yang kuat, sehingga agama Hindu pun terpengaruh untuk mengikutinya. Hal ini berdasarkan agama Budha yang semakin banyak diminati masyarakat . Jadi mau tidak mau agama Hindu menggikutinya agar mudah diterima masyarakat(India, Himalaya dan asia Tenggara), terutama dibagian kesenian patung dan relif dewa-dewi.

3. Mengapa ada begitu banyak dewa dalam agama Buddha dan Hindu? Kepercayaan apa saja yang menyebabkan kepercayaan terhadap dewa sangat banyak?

Kepercayaan agama dengan konsep banyak Dewa (Gods) politeisme sementara agama dengan hanya satu Tuhan (God) monoteisme. Dewa dalam kedua agama tersebut bukanlah tuhan, dan memiliki perannya masing-masing.

Dalam tradisi Hindu umumnya seperti Advaita Vedanta dan Agama Hindu Dharma, Dewa dipandang sebagai manifestasi Brahman dan enggan dipuja sebagai Tuhan tersendiri dan para Dewa setara derajatnya dengan Dewa lain. Namun dalam filsafat Hindu Dvaita, para Dewa tertentu memiliki sekte tertentu pula yang memujanya sebagai Dewa tertinggi.

Sementara, Buddhisme juga menolak adanya sosok mahakuasa sebagai pencipta dan menyatakan bahwa alam semesta diatur oleh lima hukum kosmis (Niyama Dhamma), yakni Utu Niyama, Bija Niyama, Kamma Niyama, Citta Niyama, dan Dhamma Niyama. Umat Buddha menggangap dewa sebagai makhluk hidup di alam yang lebih tinggi, tetapi mereka seperti manusia, tetap mengalami karma dan samsara (siklus kelahiran, kematian, penyakit, dan pembusukan), belum tentu lebih bijaksana daripada makhluk lainnya. Bahkan Buddha sering disebutkan sebagai guru para dewa dan lebih unggul dari mereka, meskipun dewa seperti semua makhluk hidup lainnya mungkin menjadi Bodhisattva tercerahkan dan mencapai kesucian.

 

4. Bagaimana penyebarannya di Asia, Korea, Jepang, Afganistan, Muangthai ?

a. Korea

Kerajaan Goguryeo adalah yang pertama kali menerima ajaran Buddha pada tahun 372. Akan tetapi, menurut catatan Tiongkok dan penggunaan motif Buddha di mural Goguryeo menunjukkan bahwa pengaruh Buddha datang lebih awal. Kerajaan Baekje pun secara resmi mengakui agama Buddha pada tahun 384. Kerajaan Silla yang terisolasi dan tidak memiliki akses laut dan daratan langsung ke Tiongkok, secara resmi baru mulai menerima ajaran Buddha pada tahun 535 meskipun agama asing ini sudah dikenal melalui karya biksu Goguryeo sejak awal abad ke-5 M.

Dengan diperkenalkannya ajaran Buddha memicu kebutuhan akan seniman untuk menciptakan citra dan Buddharupa untuk pemujaan, arsitek kuil, dan sastra kitab suci Buddha yang akhirnya mengubah peradaban Korea.

b. Jepang

Warga Jepang mulai mengenal ajaran Buddha pada abad ke-6 M dari Korea, ketika biksu penyebar agama mulai mendatangi kepulauan Jepang dengan membawa kitab suci dan karya seni. Pada abad berikutnya agama Buddha mulai ditetapkan sebagai agama resmi negara. Secara geografis Jepang berada di ujung Jalur Sutra, karena itulah Jepang dapat melestarikan banyak aspek Buddhisme yang pada saat yang sama telah hilang di India, atau mulai tertekan di Asia Tengah dan Tiongkok.

c. Afganistan

Penyebaran agama Budha disini dibawa oleh para pedagang dari Cina yang menganut ajaran Buddhisme dan mendirikan Biara, khususnya di lembah Bamyan, yaitu terletak di Afganistan tengah, dulunya lembah ini adalah sebagai jalur sutra yang termasyur itu, yang menghubungkan antara Asia Selatan, Asia tengah, Cina hingga ke kaisaran Romawi.  

d. Muangthai

Pada abad pertama sampai abad ke-7, seni rupa Buddha di Thailand pertama kali dipengaruhi oleh para pedagang India terhadap penciptaan seni rupa Hindu dan Buddha yang terinspirasi dari tradisi Gupta, dengan berbagai patung-patung monumental.

 

5. Vietnam dan terutama di Asia Pedalaman (tengah)?

a. Vietnam

Buddhisme datang ke Vietnam pada awal abad kedua Masehi di bagian Utara dari China dan melalui rute Selatan dari India. Buddha Mahayana pertama kali menyebar dari China ke wilayah Delta Sungai Merah di Vietnam pada sekitar tahun 300 Masehi. Buddha Theravada datang dari India di selatan wilayah Delta Mekong beberapa tahun kemudian, antara 300-600 Masehi. Buddhisme yang dipraktikan oleh orang Vietnam biasanya adalah aliran Mahayana, meskipun beberapa etnis minoritas (seperti Khmer Krom di wilayah Delta selatan Vietnam) masuk aliran Theravada.

b. Asia Pedalaman (Tengah)

Karena Asia Tengah berperan sebagai penghubung antara peradaban Tiongkok, India, dan Persia. Kemudian Perkembangan ajaran Buddha ke utara memicu terbentuknya masyarakat Buddha dan bahkan kerajaan Buddha di oasis Asia Tengah. Kota-kota di Jalur Sutra hampir sepenuhnya terdiri dari stupa dan biara, dan dengan tujuan adalah melayani musafir yang bepergian antara timur dan barat, yang menyebabkan kelahiran banyak kesenian Budha.

 

6. Mengapa kepercayaan pertama membangun arsitektur Stupa?

Stupa dijadikan sebagai lambang dari agama Buddha. Maka dari itu di negara India, Asia Timur, dan Asia Tengah banyak didirikan stupa untuk mengakui keberadaan agama Budha. Dalam sejarah awal mencatat bahwa Buddha memberikan arahan untuk menghormati jenazah (seorang guru atau individu terhormat). Abu mereka dikuburkan dalam sebuah stupa di persimpangan empat jalan besar (empat penjuru angkasa). Sebelum kematiannya (parinirvana), Buddha mengarahkan bahwa stupa harus didirikan di banyak tempat selain yang terkait dengan momen bersejarah dalam hidupnya sehingga hati banyak orang menjadi tenang dan gembira. Stupa terdiri atas 3 bagian, yaitu andah, yanthra, dan cakra. Pembagian dan maknanya tidak jauh berbeda dengan candi. Contoh : Stupa Besar di Sanchi (Māhāstūpa).

Tuesday, 14 September 2021

SEJARAH SENI RUPA MODERN INDONESIA


1. PERINTIS (1817-1880)

Masa awal seni rupa modern di Indonesia, dipelopori oleh Raden Saleh

Kondisi Indonesia: sedang dalam penjajahan belanda

Ciri khas: lukisan bergaya naturalisme dan romantisme

Tokoh: Raden Saleh Syarif Bustaman.

Jenis: satwa liar, pemandangan alam yang dramatis, dan cahaya alami emosional yang biasa dilukiskan

Makna: lukisan mengandung paradoks dan gambaran keagungan, kekejaman, cerminan harapan religiusitas, dan ketidakpastian takdir

Alat dan Bahan: pensil gambar dan kanvas ex luar negeri yang di tempelkan di atas hardboard , juga pewarnaan sangat halus dan peka (sensitif)

Dampak : Sejumlah pelukis memanfaatkan suasana politik seperti ini untuk menciptakan karya lukis yang bermanfaat bagi Islam. Hal ini merupakan munculnya pengaruh Islam dalam seni lukis modern di Indonesia

 

2. MOOI INDIE (1878-1900an)

Hindia Molek adalah julukan Sujoyono kepada seniman seniman Eropa dan sedikit seniman Indonesia yang melukiskan keindahan eksotis nusantara dari kacamata barat.

Kondisi Indonesia: sosial ekonomi yang mendukungnya, dan pada akhir abad ke 19 muncul kebijakan politik etis (ethische politic).

Ciri khas: objek alam yang indah, adanya nilai spiritual, tidak bersifat perjuangan,

Tokoh: Abdullah Soerjo Soebroto, Wakidi, Mas Pirngadie, dan Basoeki Abdullah

Jenis: gunung, sawah, pohon dan gadis berkebaya yang biasa dilukiskan

Makna: kehangatan alam yang berbeda dengan wilayah Eropa

Dampak: maraknya orang-orang yang menjual lukisan di pinggir jalan, untuk menarik perhatian orang untuk datang berwisata

 

3. PERSAGI/MASA CITA NASIONAL (1937-1942)

Tahun 1930-an di Indonesia, ditandai dengan munculnya beragam pemikiran dan kegiatan intelektual di tanah jajahan Belanda. Bumi putera lulusan sekolah yang didirikan di awal abad 20 mulai menjelajahi kehidupan modern, termasuk dunia intelektual.

Kondisi Indonesia: kemerosotan besar di bidang ekonomi yang membuka kesadaran politik pada masyarakat Indonesia, dan membuat pemikiran humanis liberal dan progresifme sekuler di kalangan elite pelajaran di Hindia Belanda.

Ciri khas: tidak mementingkan teknik lebih mementingkan pencurahan jiwa, tema perjuangan rakyat, nilai psikologis, tidak terikat kepada obyek alam yang nyata, didasari oleh semangat dan keberanian yang mencerminkan kepribadian bangsa

Tokoh: Sudjojono, Agus Djaja Suminta, Otto Djaja, Emirias Soenasa, Abdul Salim, Sindu Sisworo, dan Hendrodjasmoro

Dampak: Indonesia sedang berjuang untuk mendapatkan hak yang sejajar dengan bangsa lain, terutama hak untuk merdeka dari penjajahan asing. Sebagai langkah perjuangannya, S. Sudjojono dan Agus Jayasuminta bersama kawan-kawannya mendirikan PERSAGI (Persatuan Ahli-ahli Gambar Indonesia)

 

4. PENDUDUKAN JEPANG

Masa pendudukan Jepang adalah satu-satunya periode di mana jumlah penduduk tidak meningkat secara berarti. Pendudukan Jepang di Indonesia dirasakan sebagai malapetaka baru atau paling tidak dirasakan sebagai suatu penderitaan dan kesengsaraan bagi rakyat Indonesia.

Kondisi Indonesia: kegiatan seni dan kebudayaan dipusatkan pada Keimin Bunka Sidhoso (pusat kebudayaan), sikap pemerintah Jepang yang anti terhadap Belanda

Ciri khas: lanjutan periode Persagi, sudah menyadari pentingnya revolusi seni lukis untuk kepentingan revolusi, dan adanya fasilitas (kanvas, cat minyak, model, studio, ruang pameran, kursus) secara gratis

Alat dan Bahan: cat minyak dan kanvas yang berkualitas rendah.

Tokoh: Affandi, Basuki Abdullah, Agus Djaja Suminta, Hendra Gunawan, S.Sudjojono, Barli, Emiria Soenassa

Dampak: Para seniman mendapat banyak pengetahuan dan materi serta teknik tentang seni dari Jepang, kegiatan pameran membuat masyarakat mengenal tentang seni berpengaruh terhadap politik dan kebudayaan, dan juga seniman muda dapat memperkaya penciptaan karya pada masa kini

 

5. PASCA KEMERDEKAAN (SETELAH 1945)

Setelah Jepang keluar dari bumi Indonesia, dunia seni lukis mendapatkan angin segar. Masa kemerdekaan benar-benar mendapatkan kebebasan yang sesungguhnya

Kondisi Indonesia: Keadaan negara setelah proklamasi kemerdekaan 1945 tidak menghentikan aktivitas kesenian, saat itu seni lukis di jadikan media untuk berjuang

Ciri khas: lukisan bergaya realisme, impresionisme, exspresionisme dengan warna-warna dekoratif, dan model nya adalah anggota keluarga pelukis

Tokoh: Affandi, Basuki Abdullah, Hendra Gunawan, dan S. Soedjojono

Jenis: alam, perempuan, dan realita

Makna: menggunakan tema perjuangan rakyat dilihat dari banyaknya bentuk poster perjuangan dan pelukis, dan menggambarkan realita yang memprihatinkan

Dampak: pengalaman peristiwa tersebut mempunyai makna sosial besar menjadi endapan yang kuat pada bawah sadar seniman untuk mengangkat tema kerakyatan yang dijadikan semangat juang bangsa

 

6. AKADEMIK (1950)

15 Januari 1950 di resmikanlah berdirinya akademi seni rupa Indonesia (ASRI)

Kondisi Indonesia:institusi seni yang ada bertujuan menciptakan manusia yang siap menyikapi pembangunan bangsa Indonesia

Ciri khas: para pelukisnya berasal dari pendidikan formal

Tokoh: Widayat, Bagong Kusudiharjo, Edhi Sunarso, Saptoto, G. Sidharta, Abas Alibasyah, Hardi, Sunarto, Siti Rulyati, Mulyadi, Irsam, Arief Sudarsono, Agus Dermawan, Aming Prayitno, dan lainnya

Makna: untuk mengedepankan pembangunan bangsa dengan seni rupa

Dampak: lebih menghargai setiap peran(terkenal/tidak terkenal) yang andil dalam pembangunan seni rupa bangsa Indonesia

 

7. SENI RUPA BARU (1974)

Tokoh pendiri GSRB sebagai usaha dari sekelompok akademisi atau mahasiswa seni rupa yang menentang monopoli seni oleh sekelompok seniman senior

Kondisi Indonesia: adanya Peristiwa Malari, Desember Hitam, kebijakan depolitisasi yang dikeluarkan pemerintah dan Peristiwa G30SPKI melakukan kudeta, akibatnya seniman takut untuk berbicara politik dan melukis rakyat

Ciri khas: tidak ada disiplin tertentu, eksperimental, pembebasan dari suatu ketetapan, dan mengedepankan kreatifitas

Tokoh: Agus Tjahjono, Anyool Soebroto, B. Munni Ardhi, Bachtiar Zainoel, Muryoto Hartoyo, dan lainnya

Makna: Mencita-citakan seni rupa yang lebih hidup, dalam arti tidak diragukan kehadirannya, wajar, berguna, dan hidup meluas di kalangan masyarakat.

Dampak: mencetuskan aliran yang tidak dapat dikelompokkan pada aliran/corak yang sudah ada dan merupakan corak baru dalam seni rupa Indonesia. 

 

8. POSTMODERN (1980-SEKARANG)

Seni rupa Postmodern merupakan  gabungan dari penyederhanaan bentuk dan sedikit ornamen, yang lebih bebas tanpa terikat aturan tertentu.

Kondisi Indonesia: dua dekade terakhir para seniman  muda  sudah merasa tidak  terwakili  dalam peristiwa penting pertukaran budaya antar negara ASEAN maupun Asia, lalu adanya peristiwa Biennale Seni Rupa IX ini juga menandai suatu fase perubahan, yaitu surutnya  kaum  tua secara alamiah karena usia, dan naiknya  para pemberontakmuda

Ciri khas: Tidak adanya sekat tertentu antar berbagai disiplin seni, bersifat (radikal dan kontroversial), media tidak terbatas,dan objek (ekspresif, dinamis, dan mencolok)

Tokoh: Nyoman Nuarta, Jim Supangkat, Agus Suwage, Danang Christanto, Tisna Sanjaya, Edo Pillu, Gregorius Sidharta, dan Samuel Indratma

Makna:  mengangkat tema politik dan kehidupan sosial, contoh kesetaraan antara etnis dan gender, HAM, lingkungan hidup, nilai tradisi, dan persatuan. Yang membuat masyarakat lebih peka terhadap keadaan sekitar

Dampak: sebuah stimulus bagi pelukis lain untuk membuka lahan pemikiran baru, sehingga mampu mengoptimalkan kemampuan ekspresi yang tidak terbatas baik dari media, tema, dan lainnya. Namun hal ini juga menyebabkan kebingungan karena tidak adanya pegangan nilai yang absolut.