1. PERINTIS (1817-1880)
l Masa awal seni rupa modern di Indonesia, dipelopori oleh Raden Saleh
l Kondisi Indonesia: sedang dalam penjajahan belanda
l Ciri khas: lukisan bergaya naturalisme dan romantisme
l Tokoh: Raden Saleh Syarif Bustaman.
l Jenis: satwa liar, pemandangan alam yang dramatis, dan cahaya alami emosional yang biasa dilukiskan
l Makna: lukisan mengandung paradoks dan gambaran keagungan, kekejaman, cerminan harapan religiusitas, dan ketidakpastian takdir
l Alat dan Bahan: pensil gambar dan kanvas ex luar negeri yang di tempelkan di atas hardboard , juga pewarnaan sangat halus dan peka (sensitif)
l Dampak : Sejumlah pelukis memanfaatkan suasana politik seperti ini untuk menciptakan karya lukis yang bermanfaat bagi Islam. Hal ini merupakan munculnya pengaruh Islam dalam seni lukis modern di Indonesia
2. MOOI INDIE (1878-1900an)
l Hindia Molek adalah julukan Sujoyono kepada seniman – seniman Eropa dan sedikit seniman Indonesia yang melukiskan keindahan eksotis nusantara dari kacamata barat.
l Kondisi Indonesia: sosial ekonomi yang mendukungnya, dan pada akhir abad ke 19 muncul kebijakan politik etis (ethische politic).
l Ciri khas: objek alam yang indah, adanya nilai spiritual, tidak bersifat perjuangan,
l Tokoh: Abdullah Soerjo Soebroto, Wakidi, Mas Pirngadie, dan Basoeki Abdullah
l Jenis: gunung, sawah, pohon dan gadis berkebaya yang biasa dilukiskan
l Makna: kehangatan alam yang berbeda dengan wilayah Eropa
l Dampak: maraknya orang-orang yang menjual lukisan di pinggir jalan, untuk menarik perhatian orang untuk datang berwisata
3. PERSAGI/MASA CITA NASIONAL (1937-1942)
l Tahun 1930-an di Indonesia, ditandai dengan munculnya beragam pemikiran dan kegiatan intelektual di tanah jajahan Belanda. Bumi putera lulusan sekolah yang didirikan di awal abad 20 mulai menjelajahi kehidupan modern, termasuk dunia intelektual.
l Kondisi Indonesia: kemerosotan besar di bidang ekonomi yang membuka kesadaran politik pada masyarakat Indonesia, dan membuat pemikiran humanis liberal dan progresifme sekuler di kalangan elite pelajaran di Hindia Belanda.
l Ciri khas: tidak mementingkan teknik lebih mementingkan pencurahan jiwa, tema perjuangan rakyat, nilai psikologis, tidak terikat kepada obyek alam yang nyata, didasari oleh semangat dan keberanian yang mencerminkan kepribadian bangsa
l Tokoh: Sudjojono, Agus Djaja Suminta, Otto Djaja, Emirias Soenasa, Abdul Salim, Sindu Sisworo, dan Hendrodjasmoro
l Dampak: Indonesia sedang berjuang untuk mendapatkan hak yang sejajar dengan bangsa lain, terutama hak untuk merdeka dari penjajahan asing. Sebagai langkah perjuangannya, S. Sudjojono dan Agus Jayasuminta bersama kawan-kawannya mendirikan PERSAGI (Persatuan Ahli-ahli Gambar Indonesia)
4. PENDUDUKAN JEPANG
l Masa pendudukan Jepang adalah satu-satunya periode di mana jumlah penduduk tidak meningkat secara berarti. Pendudukan Jepang di Indonesia dirasakan sebagai malapetaka baru atau paling tidak dirasakan sebagai suatu penderitaan dan kesengsaraan bagi rakyat Indonesia.
l Kondisi Indonesia: kegiatan seni dan kebudayaan dipusatkan pada Keimin Bunka Sidhoso (pusat kebudayaan), sikap pemerintah Jepang yang anti terhadap Belanda
l Ciri khas: lanjutan periode Persagi, sudah menyadari pentingnya revolusi seni lukis untuk kepentingan revolusi, dan adanya fasilitas (kanvas, cat minyak, model, studio, ruang pameran, kursus) secara gratis
l Alat dan Bahan: cat minyak dan kanvas yang berkualitas rendah.
l Tokoh: Affandi, Basuki Abdullah, Agus Djaja Suminta, Hendra Gunawan, S.Sudjojono, Barli, Emiria Soenassa
l Dampak: Para seniman mendapat banyak pengetahuan dan materi serta teknik tentang seni dari Jepang, kegiatan pameran membuat masyarakat mengenal tentang seni berpengaruh terhadap politik dan kebudayaan, dan juga seniman muda dapat memperkaya penciptaan karya pada masa kini
5. PASCA KEMERDEKAAN (SETELAH 1945)
l Setelah Jepang keluar dari bumi Indonesia, dunia seni lukis mendapatkan angin segar. Masa kemerdekaan benar-benar mendapatkan kebebasan yang sesungguhnya
l Kondisi Indonesia: Keadaan negara setelah proklamasi kemerdekaan 1945 tidak menghentikan aktivitas kesenian, saat itu seni lukis di jadikan media untuk berjuang
l Ciri khas: lukisan bergaya realisme, impresionisme, exspresionisme dengan warna-warna dekoratif, dan model nya adalah anggota keluarga pelukis
l Tokoh: Affandi, Basuki Abdullah, Hendra Gunawan, dan S. Soedjojono
l Jenis: alam, perempuan, dan realita
l Makna: menggunakan tema perjuangan rakyat dilihat dari banyaknya bentuk poster perjuangan dan pelukis, dan menggambarkan realita yang memprihatinkan
l Dampak: pengalaman peristiwa tersebut mempunyai makna sosial besar menjadi endapan yang kuat pada bawah sadar seniman untuk mengangkat tema kerakyatan yang dijadikan semangat juang bangsa
6. AKADEMIK (1950)
l 15 Januari 1950 di resmikanlah berdirinya akademi seni rupa Indonesia (ASRI)
l Kondisi Indonesia:institusi seni yang ada bertujuan menciptakan manusia yang siap menyikapi pembangunan bangsa Indonesia
l Ciri khas: para pelukisnya berasal dari pendidikan formal
l Tokoh: Widayat, Bagong Kusudiharjo, Edhi Sunarso, Saptoto, G. Sidharta, Abas Alibasyah, Hardi, Sunarto, Siti Rulyati, Mulyadi, Irsam, Arief Sudarsono, Agus Dermawan, Aming Prayitno, dan lainnya
l Makna: untuk mengedepankan pembangunan bangsa dengan seni rupa
l Dampak: lebih menghargai setiap peran(terkenal/tidak terkenal) yang andil dalam pembangunan seni rupa bangsa Indonesia
7. SENI RUPA BARU (1974)
l Tokoh pendiri GSRB sebagai usaha dari sekelompok akademisi atau mahasiswa seni rupa yang menentang monopoli seni oleh sekelompok seniman senior
l Kondisi Indonesia: adanya Peristiwa Malari, Desember Hitam, kebijakan depolitisasi yang dikeluarkan pemerintah dan Peristiwa G30SPKI melakukan kudeta, akibatnya seniman takut untuk berbicara politik dan melukis rakyat
l Ciri khas: tidak ada disiplin tertentu, eksperimental, pembebasan dari suatu ketetapan, dan mengedepankan kreatifitas
l Tokoh: Agus Tjahjono, Anyool Soebroto, B. Munni Ardhi, Bachtiar Zainoel, Muryoto Hartoyo, dan lainnya
l Makna: Mencita-citakan seni rupa yang lebih hidup, dalam arti tidak diragukan kehadirannya, wajar, berguna, dan hidup meluas di kalangan masyarakat.
l Dampak: mencetuskan aliran yang tidak dapat dikelompokkan pada aliran/corak yang sudah ada dan merupakan corak baru dalam seni rupa Indonesia.
8. POSTMODERN (1980-SEKARANG)
l Seni rupa Postmodern merupakan gabungan dari penyederhanaan bentuk dan sedikit ornamen, yang lebih bebas tanpa terikat aturan tertentu.
l Kondisi Indonesia: dua dekade terakhir para seniman muda sudah merasa tidak terwakili dalam peristiwa penting pertukaran budaya antar negara ASEAN maupun Asia, lalu adanya peristiwa Biennale Seni Rupa IX ini juga menandai suatu fase perubahan, yaitu surutnya kaum tua secara alamiah karena usia, dan naiknya para “pemberontak” muda
l Ciri khas: Tidak adanya sekat tertentu antar berbagai disiplin seni, bersifat (radikal dan kontroversial), media tidak terbatas,dan objek (ekspresif, dinamis, dan mencolok)
l Tokoh: Nyoman Nuarta, Jim Supangkat, Agus Suwage, Danang Christanto, Tisna Sanjaya, Edo Pillu, Gregorius Sidharta, dan Samuel Indratma
l Makna: mengangkat tema politik dan kehidupan sosial, contoh kesetaraan antara etnis dan gender, HAM, lingkungan hidup, nilai tradisi, dan persatuan. Yang membuat masyarakat lebih peka terhadap keadaan sekitar
l Dampak: sebuah stimulus bagi pelukis lain untuk membuka lahan pemikiran baru, sehingga mampu mengoptimalkan kemampuan ekspresi yang tidak terbatas baik dari media, tema, dan lainnya. Namun hal ini juga menyebabkan kebingungan karena tidak adanya pegangan nilai yang absolut.