1. Perbedaan Antropologi Fisik dan Antropologi Budaya = Yang paling mendasar tentu dari objek yang diteliti =
a) Antropologi Fisik : Objek pembahasannya adalah fisik manusia itu sendiri secara biologis atau bisa dibilang yang dapat terlihat secara visual. Contoh warna kulit, warna mata, warna dan bentuk rambut, bentuk muka, tinggi badan, bentuk tangan dan kaki, bentuk hidung, dan lainya. Pembahasannya pun terbagi menjadi dua, Paleoantrapologi (yang mempelajari asal-usul dan evolusi manusia dari fosil yang ditemukan) dan Somatologi (yang mempelajari keanekargaman ciri-ciri fisik manusia secara keseluruhan).
b) Antropologi Budaya : Objek pembahasannya adalah hasil dari kebudayaan manusia itu sendiri, contohnya tentang asal, sejarah, evolusi, bentuk dan fungsi kebudayaan manusia. Pembahasan ini pun masih terbagi lagi menjadi tiga bagian, pertama Arkeologi Prehistorya (fokus pada hubungan kebudayaan purba dengan peradaban modern). Kedua Etnologi (fokus pada sifat khusus kebudayaan dan kelompok manusia yang sangat beranekaragam dan memiliki batasan sebagai teori ilmu kebudayaan). Ketiga Etnolinguistik (fokus pada tentang bahasa yang digunakan manusia kuno dan modern).
2. Teori Perkembangan Kepribadian =
-> Teori Generalized Other (Menurut George Herbert Mead) :
a) Tahap Persiapan (Preparatory Stage) : Dialami sejak manusia dilahirkan, si anak pun sedang mempersiapkan diri untuk kehidupan sosialnya dan kemampuan menirunya masih belum sempurna. Contohnya lahirnya seorang bayi di suatu keluarga maka bayi ini akan ditanamkan nilai dan norma yang ada dikeluarga itu karena hasil dari pola asuh keluarga itu sendiri seperti tersenyum, tertawa jika senang, dan menangis jika sedih.
b) Tahap Meniru (Play Stage) : Anak mulai sempurna meniru tingkah laku orang dewasa disekitarnya, dan mulai terbentuknya kemampuan menempatkan diri menjadi orang lain atau empati. Contohnya anak memainkan mainan dokter-dokteran karena melihat dokter yang bekerja dirumah sakit.
c) Tahap Siap Bertindak (Game Stage) : Perilaku peniruan sudah mulai berkurang dan berganti dengan berperan yang secara langsung dengan penuh kesadaran. Contoh seorang anak sudah bisa membela saudara jika sedang diganggu orang lain dan anak sudah dapat bermain dengan teman-teman sebayanya.
-> Teori Looking Glass Self atau tentang persepsi individu (menurut Charles Horton Cooley) :
a) Tentang bagaimana dirinya terlihat oleh orang lain, contoh : anak mengggap bahwa dirinya lah yang paling cantik, jadi jika da orng yang mengatakan bahwa dia tidak cantik, si anak akan marah atau tidak terima.
b) Penilaian orang lain terhadap dirinya, contoh : anak yang dianggap nakal misal oleh orangtuanya cenderung akan bersifat nakal pula.
c) Perasaan individu tentang penilaian orang lain terhadap individu, contoh : ada satu anak yang datang dikelas selalu terlambat karena dia tidak memiliki kendaraan pribadi, namun anak-anak dikelasnya mencap dia sebagai “pemalas” maka individu lain pun akan menganggap anak yang terlambat itu pemalas.
-> Teori Delapan Tahap Perkembangan ( menurut Erik Erickson ):
a) Masa kanak-kanak awal, contoh : bayi-5/6 th, balit, pra sekolah
b) Masa bermain, contoh : anak aktif bermain bersama teman sebayanya.
c) Masa Sekolah, contoh : anak sudah mendapatkan pendidikan secara formal disuatu intusi pendidikan.
d) Masa remaja, contoh : ketika anak memasuki pubertas misalnya mengalami menstruasi ataupun perubahan pada fisiknya.
e) Masa dewasa pertengahan, contoh : pada masa memasuki bangku perkuliahan anak akan lebih mandiri dan matang dalam berpikir dan bertindak.
f) Masa Tua, contoh : seorang nenek yang sudah memiliki banyak cucu dan sudah sangat terbatas dalam beraktifitas ataupun ornag dewasa yang sudah berkeluarga atau bekerja.
3. Cara Pendidikan Dapat Menjadi Sarana Pelestarian Nilai yang Dianut Masyarakat, Bangsa dan Negara =
Masyarakat pun tak mungkin bisa lepas dari pendidikan itu sendiri karena pendidikan berfungsi sebagai kunci penting dalam meningkatkan kualitas manusia itu sendiri. Maka dengan memasukan nilai atau normanya ada di masyakat kedalam suatu materi pembelajaran di pendidikan formal yang nantinya akan dipelajari secara nasional, dapat berdampak dengan terlestarikannya nilai-nilai budaya yang masih layak dipertahankan seperti bahasa daerah, kesenian daerah, budi pekerti, dan lainya. Contoh adanya kurikulum pendidikan yang mengadakan pelajaran muatan lokal.