Translate

Friday 14 August 2020

UAS SEJARAH SENI RUPA KUNO

 

UAS SEJARAH SENI RUPA KUNO
1. Kebudayaan Dongsoon
Kebudayaan Dongson merupakan kebudayaan perunggu, yang berkembang di Sungai
Song Hong, Vietnam Utara. Kebudayaan ini merupakan kebudayaan yang berkembang
sejak pada tahun 1000-1 sebelum Masehi. Kebudayaan Dongson ini ternyata
terpengaruh dari kebudayaan Tiongkok. Tiongkok atau Cina pernah mengekspansi
wilayah di Tonkin, Vietnam. Hal ini dapat terlihat dari corak dan motif yang
berkembang sejak dinasti Han.
Kebudayaan masa Dongson bisa dikatakan sangat maju. Karena kelahiran zaman ini
manusia sudah beternak, bertani, dan membuat logam perunggu, seperti pisau, kali
dan gelang. Selain bertani, masyarakat Dongson juga dikenal sebagai masyarakat
pelaut, bukan hanya nelayan tetapi juga pelaut yang menjelajahi seluruh Laut Cina
dan sebagian laut-laut selatan dengan perahu yang panjang. Kebudayaan Dongson
ternyata sudah berlangsung pada masa neolitikum, Kebudayaan ini ditemukan sejak
ditemukannya nekara serta kuburan dari daerah Vie Khie, Lang Cha, Lang War.
Benda arkeologi dari Dongson sangat beraneka ragam, karena mendapat berbagai
pengaruh dan aliran. Hal tersebut tampak dari artefak kehidupan sehari-hari atau
peralatan bersifat ritual yang sangat rumit sekali. Benda seperti kapak dengan
selongsong, ujung tombak, pisau belati, mata bajak, topangan berkaki tiga dengan
bentuk yang kaya dan indah. Kemudian gerabah dan jambangan rumah tangga, mata
timbangan dan kepala pemintal benang, perhiasan-perhiasan termasuk gelang dari
tulang dan kerang, manik-manik dari kaca dan lain-lain. Semua benda tersebut atau
hampir semuanya diberi hiasan.
Bentuk geometri merupakan ciri dasar dari kesenian ini diantaranya berupa jalinan
arsir, segitiga dan spiral yang tepinya dihiasi garis-garis yang bersinggungan. Karya
yang terkenal adalah nekara Ngoc-lu yang kini disimpan di Museum Hanoi, serta
patung-patung perunggu yang sering ditemukan di makam pada tahapan terakhir
masa Dongson.
Jadi, dapat kita ketahui bahwa budaya logam ternyata sudah berkembang. Banyak kita
temukan bekal kubur terbuat dari logam, ini berarti mereka menghormati roh nenek
moyangnya yang sudah mati dengan barang yang berharga. Dari peninggalan mas
Dongso membawa pengaruh besar terhadap sejarah kesenian kuno di Nusantara.
Yang berkembang di Sumatra, Bali, dan Jawa.2. Dinasti Sanjaya dan Dinasti Syailendra
A. Perbedaan
Dinasti Sanjaya
Agama yang dianut agama Hindu.
Dinasti Sanjaya merupakan penerus dari Dinasti Syailendra
Dinasti Sanjaya didirikan pada tahun 132 oleh Sanjaya.
Pusat Ibukota Dinasti Sanjaya yang utama adalah di Jawa Timur
Dinasti Sanjaya diteruskan oleh Raja Raja pada Kerajaan Mataram
Raja yang memerintah pada Dinasti Sanjaya adalah berikut ini: Raja Rakai
Mataram sebagai pendiri dinasti, Raja Sri Maharaja Rakai Pikatan, Raja
Sri Maharaja Rakai Kayuwangi, Raja Sri Maharaja Rakai
Watuhumalang, Raja Sri Maharaja Watukara Diah Balitung, Raja Sri
Maharaja Daksa, Raja Sri Maharaja Rakai Wawa.
Kehidupan ekonominya kurang berkembang karena tertutup dari dunia
luar
Hasil kebudayaannya seperti bangunan-bangunan candi yang bercorak
Hindu (Candi Prambanan).
Bukti sejarah Dinasti Sanjaya adalah prasasti Canggal pada tahun 732 M
(Pendirian Lingga sebagai lambang dewa Siwa), Carita Parahyangan
(tentang hal ikhwal raja Sanjaya), serta Prasasti Balitung (tentang nama
raja yang pernah memerintah selama Dinasti ini bertahan).
Dinasti Syailendra
Agama yang dianut agama Buddha.
Dinasti Syailendra merupakan nenek moyang dari dari Dinasti Sanjaya.
Berkuasa di Kerajaan Mataram Kuno sejak tahun 752
Pusat Ibukota Dinasti Syailendra yang utama adalah di Jawa Tengah.
Peninggalan budaya Dinasti Syailendra adalah Candi Borobodur.
Raja yang memerintah pada Dinasti Syailendra adalah berikut ini: Raja
Santanu, Raja Dapunta Selendra, Raja Shima, Raja Mandiminak, Raja
Sanna.
Peninggalan budaya Dinasti Syailendra sebagai sumber sejarah adalah
seperti Prasasti Kalasan,Prasasti Kelurak, Prasasti Ratu Boko, Prasasti
Nalanda.
Berdasarkan pada bukti candi candi, masyarakat Dinasti Syailendra
hidup secara teratur.
B. Pengaruh
Faktor pemersatu dinasti Sanjaya dan Syailendra adalah pernikahan antara Rakai
Pikatan dari Sanjaya dan Pramodharwardhani yang merupakan putri dari raja Dinasti
Syailendra yaitu Samarotungga. Dengan pernikahan ini pengaruh Hindu mulai terasa
di Kerajaan Mataram. Dari persatuan dua dinasti ini membawa pengaruh kepada
visual arsitektur bangunan candi di jawa, yang masing-masing memiliki ciri khas. Yaitu
perbedaan yang jelas pada candi Jawa Tengah dan Jawa Timur.3. Perbedaan Bentuk Candi di Jawa Timur dan Jawa Tengah
A. Ciri Candi Jawa Tengah
Bentuk bangunannya tambun.
Atapnya nyata berundak-undak.
Puncak berbentuk ratna dan stupa.
Gawang pintu dan relung berhiaskan kala makara.
Reliefnya timbul agak tinggi dan lukisannya naturalis.
Candi utama terletak di tengah halaman.
Umumnya candi menghadap ke timur.
Umumnya terbuat dari batu andesit.
Contoh: Candi Borobudur, Prambanan, Mendut, Pawon, Ratu Boko,
Kalasan, Plaosan, Dieng, dan Candi Kompleks Gedung Songo.
B. Ciri Candi Jawa Timur
Bentuk bangunan ramping.
Atapnya merupakan perpaduan tingkatan.
Puncaknya berbentuk kubus.
Makara tidak ada, dan pintu serta relung hanya ambang.
Relief nya timbul sedikit saja dan lukisan nya simbolis seperti wayang.
Candi utama terletak di bagian belakang.
Umumnya candi menghadap barat.
Umumnya terbuat dari batu bata.
Contoh: Candi Bajang Ratu, Brahu, Kidal, Jago, Kawi, Singosari dan Candi
Panataran.
4. Relief Candi
Relief singa dan burung pelatuk di Candi Borobudur
Candi Borobudur yang terletak di Magelang,
Jawa Tengah ini diperkirakan berdiri pada
abad ke sembilan. Candi ini memiliki 1.460
relief serta 540 stupa. Dalam sebuah
reliefnya, diceritakan bahwa Sang Budha
Gautama melakukan reinkarnasi menjadi
burung pelatuk. Burung itu suatu ketika
bertemu harimau yang kesakitan. Rahangnya
terselip tulang kijang yang baru ia makan.
Pelatuk mendekati harimau dan menolongnya. Tulang kijang pun lepas dan harimau tidak
lagi mengaum kesakitan. Tanpa lupa mengucapkan kata terima kasih, si loreng segera
berlalu. Pelatuk senang karena bisa membantu. Di lain waktu, pelatuk kesulitanmendapatkan makanan. Kemudian ia bertemu harimau yang pernah ditolongnya itu.
Tetapi harimau tidak mau berbagi makanan dengannya, bahkan mengusirnya. Pelatuk
sadar, jika berbuat baik tidak perlu diungkit kembali.
Motif hias singa pada candi Borobudur, selain berfungsi juga sebagai dwarapala, yakni
patung penjaga gerbang masuk candi, juga dipahatkan pada dinding sebagai hiasan. Motif
hias singa dalam bentuk relief itu, bagian ekornya bersambung dengan pola pilin yang
menjadi motif sulur. Kegemaran menggabungkan ekor binatang dengan motif
tumbuh-tumbuhan rupanya berlanjut terus, dan dapat ditemukan pada candi Jawa Timur
beberapa abad sesudahnya dalam bentuk hiasan medalion. Bahkan pola hias semacam ini
juga dijumpai pada beberapa ornamen di kompks masjid Mantingan Jepara abad ke XVI.
Beberapa motif kala, terutama tipe kala klasik awal lebih memperlihatkan wajah singa dari
pada muka raksasa
5. Sejarah Seni Rupa di Indonesia
Seperti yang kita ketahui, seni berarti keindahan yang dapat dinikmati oleh setiap
manusia, melalui indera manusia. Adanya keindahan itu menghadirkan seni,
khususnya seni rupa. Dari tahap-tahap perkembangan seni rupa di Indonesia, ada
beberapa kebudayaan yang mempengaruhi. Awalnya seni rupa sudah mulai muncul
di zaman prasejarah Indonesia. Terbukti dengan ditemuinya banyak penemuan dari
zaman ini seperti menhir, arca, punden berundak, dan sebagainya.
Pada zaman ini, seni rupa memiliki sifat yang sakral, tradisional, feodal, dan terbuka.
Selanjutnya, dimasuki jejak baru yaitu lahirnya kebudayaan Hindu Indonesia yang juga
turut mempengaruhi keberadaan seni rupa. Lahirlah berbagai seni bangunan, seni
patung, dan seni kriya di zaman ini.
Tak berhenti pada zaman itu saja, perkembangan seni rupa terus berlanjut pada masa
sejarah Islam di Indonesia. Ketika agama Islam mulai menyebar di Indonesia, ragam
seni yang mulai muncul yaitu seperti seni arsitektur, seni kerajinan, seni hiasan, dan
seni kaligrafi. Seni rupa Islam ini bersifat sakral, tradisional, dan bergaya etnis yang
perkembangannya dipengaruhi oleh kesenian asing.
Perkembangan selanjutnya memasuki tahap seni Indonesia baru. Seni rupa baru ini
semakin berkembang dengan didirikannya banyak sanggar-sanggar yang mendukung
perjalanan dari seni rupa di Indonesia.
6. Peninggalan Seni Rupa Kuno
A. Nekara perunggu
Nekara adalah gendang perunggu berbentuk seperti dandang berpinggang pada
bagian tengahnya dengan selaput suara berupa logam atau perunggu.B. Dolmen
Dolmen adalah meja batu tempat meletakkan sesaji yang dipersembahkan
kepada roh nenek moyang.
C. Swastika
Swastika ( atau ) adalah salah satu simbol yang paling disucikan dalam
tradisi Hindu, merupakan contoh nyata tentang sebuah simbol religius yang memiliki
latar belakang sejarah dan budaya yang kompleks sehingga hampir mustahil untuk
dinyatakan sebagai kreasi atau milik sebuah bangsa atau kepercayaan tertentu.
D. Lukisan prasejarah
Lukisan prasejarah (biasanya ditemukan di dalam gua) adalah coretan, lukisan,
atau cap yang terdapat di dinding gua atau tebing yang dibuat oleh orang-orang
purba sebagai medium untuk menyampaikan pesan atau catatan-catatan peristiwa.
Bentuk visual yang terdapat di dinding-dinding gua merupakan alat komunikasi
antarmanusia pada zaman dahulu
E. Pradaksina
Pradaksina adalah perjalanan mengelilingi Candi Borobudur searah dengan jarum
jam.
F. Padmasana
(Sanskerta: padmāsana) adalah sebuah tempat untuk bersembahyang dan
menaruh sajian bagi umat Hindu, terutama umat Hindu di Indonesia.
G. Mihrab
(Bahasa arab: Ώ΍έέϣ) adalah ceruk setengah lingkaran atau tempat kecil yang ada
di dinding paling depan masjid atau Musala yang menunjukkan arah kiblat dan
merupakan tempat untuk Imam memimpin shalat berjemaah

No comments:

Post a Comment